A. Teori
Seni
Teori seni merupakan
gabungan antara dua suku kata, yaitu terdiri dari teori & seni. Agar kita
dapat memahami definisi teori seni, maka kita harus mengerti terlebih dahulu
apa itu teori dan apa itu seni. Berikut bebearapa pengertian Teori menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, teori adalah:
·
pendapat yg didasarkan pada penelitian dan
penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.
· penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan
fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi.
·
asas dan hukum umum yg menjadi dasar suatu
kesenian atau ilmu pengetahuan
·
pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan
sesuatu.
·
pendapat
yg dikemukakan sebagai keterangan
mengenai
suatu
peristiwa.
Dari
beberapa defini di atas yang dikutip dari kamus besar bahasa indonesia (KBBI)
online, dapat di simpulkan bahwa TEORI adalah pendapat yang terlahir dari pola
fikir akal manusia terhadap sesuatu yang telah melewati proses penelitian &
uji coba sehingga mampu menghasilkan fakta yang bisa di terima oleh akal.
Sedangkan
pengertian SENI menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) online, pengertian seni terbagi menjadi tiga :
·
Seni diartikan
halus, kecil dan halus, tipis, lembut dan enak didengar, mungil dan elok.
·
Keahlian membuat
karya bermutu (dilihat dari segi keindahan dan kehalusannya)
·
kesanggupan akal
untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, seni merupakan perbuatan
manusia yang timbul dari perasaannya dan bersifat indah sehinga dapat
menggerakkan jiwanya.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa seni
adalah sesuatu yang indah, hasil ungkapan perasaan seseorang yang dilahirkan
melalui sebuah karya seni, dan dapat dinikmati keindahannya.
Jadi, Teori Seni yang dapat di simpulkan dari beberapa sumber di
atas adalah: Pendapat terhadap suatu keindahan melalui proses penelitian dan
uji coba lapangan sehingga dapat mengarahkan dan mempermudah dalam menciptakan
suatu karya seni berdasarkan prinsip ilmunya.
Dan
kaitan ilmu filsafat terhadap seni memiliki hubungan yang erat, karena
estetika (keindahan) dalam seni merupakan bagian dari filsafat. Agar seni dapat
selalu berkembang secara dinamis namun tidak bergeser dari akar filsafat seni
yaitu keindahan, hendak'lah para pelaku seni berupaya untuk selalu menciptakan
sebuah karya seni tidak lepas dari akar filsafat seni itu sendiri yaitu
estetika. Dengan menciptakan suatu karya demi keindahan maka secara otomatis
karya-kaya seni yang dihasilkan, akan selalu tercipta secara estetis, bagi diri
sendiri maupun untuk orang lain.
B. Metafisis
(Metafisika)
Filsafat adalah
pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar
mengenai kehidupan. Lantas, apabila Seni dikaji berdasarkan ilmu
filsafat metafisis (metafisika), pasti pertanyaan yang terlintas di fikiran
kita adalah apa itu metafisis (metafisika).
Metafisika
adalah salah satu cabang Filsafat yang mempelajari dan memahami mengenai
penyebab segala sesuatu sehingga hal tetrtentu menjadi ada. Menurut
kamus besar bahasa indonesia (KBBI) online, metafisk atau metafisika adalah ilmu
pengetahuan yg berhubungan dengan hal-hal yang nonfisik atau tidak kelihatan.
Sebagai
sebuah disiplin filsafat, metafisika telah dimulai sejak zaman yunani kuno,
mulai dari filosof-filosof alam sampai Aristoteles (284-322 SM). Aristoteles
sendiri tidak pernah memakai istilah ”metafisika”. Aristoteles menyebut
disiplin yang mengkaji hal-hal yang sifatnya di luar fisika sebagai filsafat
pertama (proto philosophia). untuk membedakannya dengan filsafat kedua, yaitu
disiplin yang mengkaji hal-hal yang bersifat fisika. Istilah metafisika yang
kita kenal sekarang, berasal dari bahasa Yunani ta meta ta physika yang
artinya “yang datang setelah fisik”. Istilah tersebut diberikan oleh Andronikos
dari Rhodos (70 SM) terhadap karya-karya Aristoteles yang disusun sesudah
(meta) buku fisika.
Aristoteles
dalam bukunya yang berjudul Metaphysica mengemukakan beberapa gagasannya
tentang metafisika antara lain:
·
Metafisika sebagai kebijaksanaan (sophia), ilmu pengetahuan yang
mencari prinsip-prinsip fundamental dan penyebab-penyebab pertama.
·
Metafisika sebagai ilmu yang bertugas mempelajari yang ada sebagai yang
ada (being qua being) yaitu keseluruhan kenyataan.
· Metafisika
sebagai ilmu tertinggi yang mempunyai obyek paling luhur dan sempurna dan
menjadi landasan bagi seluruh adaan, yang mana ilmu ini sering disebut dengan theologia.
Dari
ketiga keterangan Aristoteles tentang metafisika tersebut, sebenarnya
terdapat dua obyek yang menjadi metafisis Aristoteles yaitu, (a) yang ada
sebagai yang ada being qua being dan (b) yang Ilahi (theologi atau
ketuhanan).
Apabila
di kaitkan dengan seni, kita dapat mengkaji seni berdasarkan dua objek
metafisis aristoteles yaitu (a) yang ada sebagai yang ada( being qua being
)dan (b) yang Ilahi (theologi atau ketuhanan).
1. Seni dikaji berdasarkan yang ada sebagai ada ( being
qua being)
Jika
kita membahas seni berdasarkan yang ada sebagai ada (being qua being), mungkin
kita bisa berangkat dari awal mulanya seni di atas muka bumi ini. Menurut
pemikiran saya, seni sudah terlahir sejak terciptanya susunan planet yang ada
di galaksi ini. Kita semua tau, bahwa planet-planet yang ada di galksi ini, yaitu
merkurius, venus, bumi, mars, jupiter, saturnus, uranus, neptunus dan pluto
telah tersusun dengan teratur sesuai dengan prosnya dalam mengintari matahari
agar tidak saling berbenturan. Yang Berarti ada suatu keterauran dan
kedisiplinan yang mengikat antara setiap planet. Dan juga setiap planet
memiliki nilai estetika yang sangat luas. Baik itu di lihat dari bentuk
luarnya, maupun isi dalamnya.
Di
dalam seni, keteraturan dan kedisiplinan sangatlah penting untuk menghasilkan
sebuah karya yang indah. Saya kerucutkan lagi pada ruang lingkup seni musik, di
dalam musik terdapat berbagai macam aturan dan kedisiplinan dalam membuat suatu
karya komposisi musik. Sebagai contoh , untuk membuat suatu komposisi musik,
para komposer tidak bisa terlepas dari teori musik, ilmu harmoni, yang sudah di
bakukan oleh parah ahli musik terdahulu.
Teori
musik membahas banyak tentang simbol-simbol notasi yang sudah menjadi bahasa
musik dunia. Terlepas dari itu, dalam membuat suatu komposisi musik, kita pun
tidak bisa lari dari ilmu harmoni, yang mengatur keselarasan nada agar tersusun
teratur dan dapat didengar indah berdasarkan harmoninya.
Berdasarkan
kedua perbandingan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seni itu memang sudah
ada sejak lama. Dan seni memang sudah terlahir seiring terciptanya planet di
galaksi ini.
2. Seni dikaji berdasarkan yang ILAHI (theologi atau
ke-TUHANAN)
Seni
adalah sesuatu yang indah, TUHAN pun sangat mencintai keindahan. Kajian
filsafat seni dalam konsep yang ILAHI (theologi / ke-TUHANAN) tidak bisa
terlepas dari pandangan nilai etika dan estetika.
a. Etika
Ada
beberapa teori tentang nilai baik dan buruk (Etika). Pertama, misalnya teori
nilai dari islam. Dalam islam nilai (etika) direntang menjadi lima kategori:
baik sekali, baik, netral, buruk, buruk sekali ( wajib, sunnah, mubah, makruh,
haram). Nilai dalam islam ditentukan oleh TUHAN. Teori baik buruk dari
hedonisme mengajarkan bahwa sesuatu dianggap baik apabila mengandung hedone
(kenikmatan, kepuasan) bagi manusia. Teori ini sudah ada sejak zaman yunani
kuno.
b. Estetika
Nilai
baik sebanding dengan nilai indah, tetapi kata “indah” lebih sering dikenakan
pada seni, sedangkan “baik” pada perbuatan. Di dalam kehidupan, indah lebih
berpengaruh ketimbang baik. Sebagian besar orang lebih tertarik pada rupa
ketimbang tingkah laku. Orang yang tingkah lakunya baik (etika), tetapi kurang
indah (estetika), akan dipilih belakangan. Yang dipilih lebih dulu adalah orang
yang indah, sekalipun kurang baik.
Menurut
plato, keindahan adalh realitas yang sungguh-sungguh, suatu hakikat yang abadi,
tidak berubah. Sekalipun ia menyatakan bahwa harmoni, proporsi, dan simetri,
adalah yang membentuk keindahan, ia tetap berpendapat bahwa ada unsur metafisik
dalam keindahan. Baginya keindahan suatu objek, bukan berasal dari objek itu,
akan tetapi keindahan itu yang menyertai objek tersebut.
Bagi
plotinus, keindahan adalah pancaran akal ILAHI, bila ILAHI memancarkan diri-NYA
maka itulah keindahan.
Seniman
adalah orang yang tajam daya tangkapnya, yang dapat menangkap sinar ILAHI. Di
dalam islam disebutkan bahwa TUHAN itu indah dan mencintai keindahan.
Lantas,
apa kaitannya seni dengan kedua nilai di atas? Seni memang tidak bisa lepas
dari nilai etika & estetika. Tak
jarang, terkadang sebuah karya seni menjadi kontrofersi di tengah masyarakat.
Biasanya karya seni yang menjadi buah bibir adalah karya seni yang lari dari
nilai etika dan hanya mengedepankan nilai estetika.
Jika
seni dikaji berdasarkan konsep yang ILAHI (theologi / ke-TUHANAN) maka kita
tidak bisa hanya mengedepankan estetika dan mengesampingkan etika dalam
penciptaan sebuah karya seni. Karena TUHAN adalah pencipta semesta alam ini dan
pembuat segala aturan di muka bumi ini.
Indah
dari sudut pandang estetika, belum tentu sejalan dengan sudut pandang etika,
jika seni hanya mengedepankan keindahan saja, maka itu adalah estetika seni (
art to art) seni untuk seni.
Tapi
seni yang berdasarakan konsep ILAHI ( theologi/ke-TUHANAN) maka wajib memepertimbangkan nilai etika dan
estetika.
Ekspresionisme
Penganut paham
ekspresionisme memiliki dalil bahwa "Art is an expression of human
feeling" atau seni adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia. Aliran
ini terutama bertalian dengan apa yang dialami oleh seseorang seniman ketika
menciptakan suatu karya seni.
Perintis aliran ini
Benedetto Croce (1866-1952) menyatakan bahwa seni dalah pengungkapan dari
kesan-kesan ( art is expression of impresion). Menurut Croce ekspresi sama
dengan intuisi. Intuisi adalah pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui
pengkhayalan tentang hal-hal individual yang menghasilkan gambaran angan-angan
( images ) (The Liang Gie, 1976:75).
Ekspresionisme juga
didefinisikan sebagai kebebasan distorsi bentuk dan warna untuk melahirkan
emosi ataupun sensasi dari dalam yang biasanya dihubungkan dengan kekerasan
atau tragedi. Ekspresionisme menjajagi jiwa dan menemukan ` Sturm und Drang'
dan pancarannya keluar merupakan media yang baik untuk melukiskan emosiny
Tokoh pelukis
Ekspresionisme di Indonesia adalah Affandi (Soegeng Toekio, 1987:40). Pengungkapan
berwujud berbagai gambaran angan-angan misalnya images warna, garis, dan kata.
Mengungkapkan bagi seseorang berarti menciptakan seni dalam dirinya tanpa perlu
adanya kegiatan jasmaniah keluar.
Seorang tokoh lain dari
aliran ini adalah Leo Tolstoy. Ia berpendapat: "Memunculkan dalam diri
sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalaminya dan setelah
memunculkan itu kemudian dengan perantaraan pelbagai gerak, garis, warna, suara
atau bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata, memindahkan perasaan itu sehingga
orang-orang lain mengalami perasaan yang sama, ini adalah kegiatan seni (The
Liang Gie, 1976:76).
Ekspresi
musik
Arti ekspresi ialah
ungkapan pikiran & perasaan yg mencakup semua nuansa dari tempo, dinamik,
& warna nada dari unsur-unsur pokok musik, dalam pengelompokkan frase
(phrasing) yang diwujudkan oleh seniman musik/penyanyi, disampaikan kepada pendengarnya.
Ekspersi dalam bermain
musik sangat penting karena menyangkut perasaan yang mewakili isi dari lagu
yang akan disampaikan oleh penciptannya.Ekspresi dalam musik adalah ungkapan
pikiran dan perasaan yang mencakup nuansa tempo dinamik, dan gaya dari unsur
-unsur pokok musik. Unsur -unsur ekspresi dalam musik adalah :
a.
Tempo
Adalah kecepatan suatu
lagu dan perubahan dalam kecepatan lagu tersebut. Kata tempo berasal dari
bahasa Italia. Alat yang digunakan untuk menentukan kecepatan tempo adalah
Metronom Maelzel. Contoh istilah tempo yang sering digunakan dalam bermain
musik , presto( cepat sekali),allegro (cepat gembira), allegretto (agak cepat),
moderatto( sedang), andante(seperti orang berjalan), adagio (lambat) dan lain
sebagainya
b.
Dinamik
Dinamik dalam musik
adalah tanda untuk menyatakan tingkat volume suara, keras lunaknya suara serta
perubahan-perubahan yang terjadi.
c.
Gaya
Gaya dalam ekspresi
musik adalah cara penyampaian melodi atau lagu yang akan disampaikan dalam
penyajian musik. Misal legato (tersambung halus), staccato terputus-putus), dan
sforzando (bertekanan).
Dag Österberg (2005:19)
berargumen musik sebagai ekspresi dan kegiatan ekspresif berhubungan dengan
sifat-sifat alami tubuh manusia yang berfungsi sebagai media ekspresi yang
potensil dan bawaan lahir. Seperti perasaan senang, marah, takut, sedih, bisa
diekspresikan melalui sinar mata, senyuman, atau gerakan anggota tubuh lainnya.
Ekspresi yang diwarnai kekhasan budaya ibu ini pun sejak kecil sudah kita kenal
dan ketika ekspresi ini dilakukan, ia tidak berlangsung asal-asalan; bahkan
upaya mengelaborasinya adalah bertujuan untuk mengentalkan dan memperkaya makna
yang hendak diungkapkan itu. Ekspresivitas adalah hubungan internal antara apa
yang diekspresikan dan ekspresi itu sendiri. Teori dan konsep inilah yang
mendasari sosio-musikolog Barat dalam menginterpretasikan ekspresi musik.
Dalam sejarah musik
Barat, musik sudah dianggap sebagai ekspresi perasaan, paling tidak, setelah
jaman Barok, 1750. Tapi pendekatan ini sesungguhnya sudah dimulai sejak
renaisance. Di jaman Rococo dikaitkan dengan emosi, dan puncaknya adalah di
jaman Romantik: jaman kejayaan musik instrumental yang juga disebut jaman
peluapan emosi tak terbatas. Di awal abad 20, ekspresivitas digegerkan oleh
pandangan Stravinsky yang menyatakan “musik tidak mengekspresikan apa-apa.”
Sejak itu sejarah musik Barat berusaha menggayuti “objektivitas baru.” Tetapi
anti-romantisme ini tak pernah sukses. Sampai saat ini budaya musik Barat masih
dalam domain ekspresivitas ini. Tetapi di balik sejarah itu, pertanyaan
besarnya adalah bagaimana cara masyarakat dan budaya Barat mengapresiasi
ekspresi musik ini? Bagaimana para ahli (sosiolog, musikolog) melihat hubungan
ekspresi musikal dengan struktur sosialnya. Situasi dan struktur sosial seperti
apakah yang bisa diekspresikan melalui musik, atau musik seperti apakah yang
bisa dikatakan mewakili struktur sosial itu?
Pendekatan para ahli
untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan ini adalah melalui musik itu sendiri.
Yaitu melalui rekaman bunyi yang dicatat dalam simbol-simbol, pengkodean, teori
musik Barat. Susunan bunyi yang bisa diidentifikasikan melalui kode-kode musik
itu dimaknai mewakili suasana dan perasaan hati pada saat musik itu dimainkan
atau diperdengarkan—tentu dalam konsep budaya musik Barat.
Nada minor
dipersepsikan mewakili suasana/rasa sedih. Konsep blue note dalam musik blues
adalah nada sedih, yaitu nada ters minor dalam akor mayor. Sedangkan nada-nada
mayor dimaknai sebagai suasana hati gembira, ceria.
Sekedar
membandingkannya dengan musik orang Toba, misalnya, nada mayor sebaliknya
mengekspresikan melodi yang pedih memilukan. Terutama tradisi ratapan (lamenta)
dalam upacara kematian yang disebut mangandung. Lompatan nada ters minor —dalam
akor dasar minor—tidak dikenal pada musik vokal ini. Dengan meminjam teori
musik Barat mendeskripsikannya, dapat dipastikan melodi sedih yang menyayat
hati itu menggunakan kualitas tangga nada mayor. Ini bukan mengada-ada, tetapi
ciri-ciri dan warna budaya musik Toba itu sendiri.
Kalau penyeteman
(tuning) alat musik hasapi juga dideskripsikan melalui teori musik Barat,
misalnya, maka dua dawai yang terdapat pada alat musik ini menghasilkan
interval ters mayor: nada do pada tali kedua, dan nada mi pada tali satu (E –
G#). Contoh lain, kalau anda punya rekaman lagu-lagu Toba berirama sedih,
seperti Inang (Charles Hutagalung), itu bukan dari tangganada minor, tapi
“mayor.”
Akor konsonan, yaitu
susunan tiga nada vertikal yang konvensional—seperti do, mi, sol, (c, e, g)
dalam konsep harmoni tradisional—dikonotasikan keselarasan, kemapanan, dan
kerukunan sosial, sedangkan akor-akor disonan (harmoni modern yang bersuara
miring seperti akor jazz, misalnya) dikonotasikan sebagai konflik,
perselisihan, dan permusuhan. Benturan nada-nada yang rapat berjarak setengah
langkah (100 cent) pada akor disonan dianggap mewakili konfilk sosial.
Dalam komposisi musik
Barat, pergeseran antara tangga-nada mayor dan minor sengaja diciptakan dan
direkayasa terus menerus. Begitu pula kombinasi akor atau bentuk harmoni
konsonan, disonan, serta modulasinya terjadi secara terus menerus.
Teori
Organis
untuk memahami seni
secara teori organis dalam filsafat, maka kita harus membedah terlebih dahulu
apa itu organis atau organisme. menurut kamus besar bahasa indonesi (KBBI)
organisme adalah susunan yang bersistem dari berbagai bagian jasad hidup untuk
suatu tujuan tertentu.
filsafat organisme
mungkin disebut sebagai satu-satunya sistem pengetahuan yang paling radikal
mengkritik paradigma sains modern. meskipun sistem berfikir ini lahir di awal
abad yang lalu, namun tetap relevan untuk di bahas sekarang.filsafat yang
dirintis oleh alfred north whitehead ini mencoba melakukan revitalisasi
terhadap tradisi ontologi.
whitehead meyakini
filsafat organisme mengedepankan keutuhan, integrasi, di antara jejaring
realitas dalam bingkai pemikiran sitemik.dalam proses and reality (1978), dia
mengatakan bahwa tujuan dari filsafat organisme adalah mencanangkan kosmologi
baru, yang berbasis pada sistem, dimana usnsur-unsur pembentukan sistem
tersebut bersinergi menciptakan keteraturan yang padu.artinya, ada kesalingterkaitan
antara unsur-unsur tersebut menciptakan entitas utuh yang tidak hanya sekedar
penjumlahan dari unsur-unsur pembentuknya.
alfred nort whitehead
(1929) menyatakan realitas adalah proses, dan proses adalah realitas. artinya
realitas itu bagian dari proses, dan realitas itu selalu berubah atau berproses
untuk menjadi realitas baru. filsafat organisme mengajarkan bahwa realitas ini
satu dan bagian dari realitas itu di sebut entitas. contohnya adalah tubuh
manusia yang terdiri dari banyak organ yang saling terikat. semua organ itu
harus bekerja sama agar tubuh itu tetap sehat dan orangnya hidup bahagia.
menurut xun-zi,
mengajarkan bahwa masyarakat perlu diatur secara organis. negara adalah suatu
organisme, pemerintah sebagai kepalanya, aparatur negara adalah kaki tangannya,
rakyat adalah bagian dari organ tubuhnya.
Masyarakat Negara
sebagai organisme.Xun Zi menganggap Negara sebagai organisme. Dia menata
ekonomi juga berdasar filsafat organisme.Pemimpin Negara diumpamakan sebagai
kepala. Ajaran Xun Zi ini dipraktekan di Negara Jepang dan RRC dalam mengelola
Negara agar teratur dan berdampak positif pada kemajuan negara.
berdasar pendapat dari
beberapa ahli di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa seni pun juga
demikian. seni merupakan suatu organisme yang terdiri dari beberapa partikel
yang membentuk suatu kesatuan utuh. kita kecilkan lagi pada ruang lingkup seni
musik, jika kita mengkutip dan membandingkan pendapat yang terlontar dari xun
zi, bahwa teori organis dalam seni juga sama demikian.
bahwasannya seni pun
perlu di atur secara organis. seni adalah suatu organisme, musik sebagai
kepalanya, para musisi dan pakar musik adalah kaki tangannnya, penikmat musik
adalah bagian organ tubuhnya.
Mengapa demikian?
Karena memang seni harus di atur sedemikian rupa agar tidak terjadi kesimpang
siuran dalam berkesenian. Baik itu di tinjau dari etika maupun estetika. Ada
beberapa pertimbangan bagi setiap seniman yang harus difikirkan sebelum
melahirkan sebuah karya seni.
Dalam ruang lingkup
seni musik pun demikian adanya. Para musisi yang ada harus betul-betul
mempertimbangkan karya musiknya baik itu dari segi teori musik dan
harmonisasinya agar dapat terlahir sebuah karya yang indah dapat diterima
dengan baik oleh penikmatnya.
Seni pun juga sejalan
dengan pendapat alfred nort whitehead (1929) yang menyatakan bahwa realitas
adalah proses, dan proses adalah realitas. Realitas seni itu adalah bagian dari
proses berkesenian, dan realitas seni itu selalu berubah atau berproses untuk
menjadi realitas seni yang baru.
Kontekstualisme
Berdasarkan KBBI
(kamus besar bahasa indonesia) kontekstualis adalah Aliran yang menyelidiki
makna dalam bahasa dengan metode probabilitas dan memusatkan diri pada
distribusi formal bentuk bahasa, ujaran, dan hubungan antara ujaran atau wacana
dan lingkungan fisik dan sosial
Kontekstualisme dalam
epistemologis adalah suatu paham dalam filsafat pengetahuan. Paham ini beranggapan
bahwa kebenaran dari sebuah pernyataan tergantung dari konteks mana dia
dinyatakan. Kontekstualisme dalam pengetahuan merupakan argumen yang baik untuk
menghadang argumen skeptis.
Pertama kita harus
mengenal mengenai argumen skeptis. Argumen skeptis berpendapat bahwa kita tidak
mungkin memiliki pengetahuan di sekeliling kita. Kita ambil saja contohnya
pengetahuan bahwa saya memiliki sebuah gitar. Pengetahuan ini jelas sekali,
bahwa saya melihat gitar saya, saya bisa merasakan ini saya dan saya bisa
memainkannya sehingga menghasilkan bunyi yang harmoni.
Namun demikian
Skeptisisme mengajukan argumen “Brain In Vat” atau “Otak dalam wadah”. Pernah
melihat film The Matrix, dari film itu kita menjadi ragu apakah pengetahuan
yang kita dapat mengenai alam sekeliling kita adalah pengetahuan asli ataukah
itu hanya suatu simulasi yang dibuat oleh mesin. Teori Brain In Vat atau
disingkat BIV adalah teori yang menyatakan bahwa kita tidak pernah yakin bahwa
tubuh kita ini asli dan bukan hanya simulasi di komputer. Kita sekarang
hanyalah sebuah otak yang mengambang dalam wadah yang tersambung dengan
kabel-kabel.
Dengan kata lain
sebenarnya kita tidak memiliki tubuh. Dari sini ada tiga argumen yang bisa
diambil.
- Saya tahu bahwa saya memiliki gitar.
- Saya tidak tahu apakah saya punya tangan karena saya tidak yakin apakah saya BIV
- Saya tidak tahu apakah saya BIV
Ada tiga jenis argumen semacam ini. Skeptisisme
menganggap, karena kita tidak bisa yakin apakah kita BIV, maka kita tidak bisa
meyakini apapun. Kontekstualisme beranggapan bahwa pernyataan itu kebenarannya
tergantung dari konteksnya. Apakah dengan standar tinggi atau tidak. Jika kita
menggunakan standar tinggi dalam pengetahuan kita, maka bisa dibenarkan. Sedangkan
salah, jika kita memakai standar rendah. Maka yang benar dan bukan.
Dalam filsafat ilmu, kontekstualisme bisa berarti term
teoritis hanya memiliki makna kontekstual. Maksudnya adalah bermakna ketika
mereka memainkan peranan dalam sistem deduksi dan konsekuensi yang telah dites
secara empiris.
0 comments:
Post a Comment